BAGAIMANA MENGEMBANGKAN IP MENJADI PUNDI-PUNDI RUPIAH
Oleh Burhan Arif
Ilustrator Papillon Studio Semarang
Awal April lalu, saya bicara di hadapan beberapa mahasiswa UniverstasDian Nuswantoro (Udinus) Semarang dalam sebuah diskusi ringan mengenai pengembangan
sebuah Intelectual Property (IP) untuk bisnis, di Rumah Kreatif BUMNSemarang.
Sebagai permulaan, saya tanya ke beberapa mahasiswa apa itu
IP. Ternyata mereka banyak yang belum mengetahui apa itu IP. Mereka justru
tanya balik ke saya. Lalu saya jelaskan dengan sebuah contoh IP milik PapillonStudio, yakni komik Mada, Mak Irits dan Sing Bahu Rekso. Baru mereka ngeh soal
istilah IP.
Jamak orang mengartikan bahwa IP itu adalah sebuah produk yang
diciptakan oleh manusia namun produk tersebut tidak bisa diraba karena wujudnya
digital. Tapi IP ini dapat memberikan nilai tambah pada sebuah produk atau
konten tertentu sehingga manusia dapat memanfaatkannya untuk kepentingan
tertentu. Nah, soal kepentingan inilah yang mau saya bahas dalam diskusi
tersebut.
Pengembangan IP, kalau menurut saya, ke depan harus lebih memberikan
peningkatan market opportunity dalam sebuah produk bisnis. Saya melihat IP ini
akan memiliki andil dalam menambah market. Terlebih lagi di Indonesia, yang sepengetahuan
saya, belum banyak dunia bisnis yang memanfaatkan IP sebagai nilai tambah (add
value) pada produk mereka. Loh berarti ini pasar yang sangat menggiurkan dong
untuk digarap? Yup, sangat-sangat berpotensi besar untuk digarap, gaes!
Misalnya nih, sebuah IP bisa masuk ke industri makanan,
kuliner, pakaian, mainan, games aplikasi, boardgame, dan manufaktur lain. Nah IP
ini bisa menjadi nilai tambah pada produk-produk atau komoditas tersebut.
Misal produknya berupa pendidikan dan kebudayaan. Maka IP bisa
dikreasi dalam berbagai bentuk seperti komik anak atau animasi. Nilai-nilai fikih
Islam, seperti bagaimana cara berwudu yang benar, itu bisa dibikin animasi. Atau
doa-doa yang mudah dihafal anak-anak, kayak doa mau tidur, doa mau makan, doa masuk
kamar mandi, itu juga bisa dibuatkan dengan animasi. Kan asyik banget tuh, anak-anak
suka animasi tapi dalam animasi tersebut kita berikan nilai-nilai yang
terkandung dalam fikih islam. Khusus untuk IP ini target marketnya memang anak-anak.
Sebaliknya, ada juga IP yang justru bisa dikembangkan dan
merambah ke bisnis. IP kartun Tayo, misalnya. Awalnya Tayo ini kan sebuah
karakter yang dikreasi dalam bentuk kartun, lalu divalidasi melalui televisi
nasional. Setelah IP itu tayang, maka banyak sekali produk turunannya, seperti
mainan, kaos, kuliner dan sebagainya sehingga produk itu bisa dipasarkan secara
luas. Sama halnya dengan Doraemon, Mickey Mouse, Donald Duck dan sebagainya.
Sementara yang terbaru adalah IP yang dikembangkan untuk menunjang
pariwisata di Indonesia. Lalu bagaimana bentuknya sebuah IP bisa membantu dunia
pariwisata di Indonesia? Bayak banget! Kalau untuk pariwisata, ya kita bisa
membuat story telling mengenai tempat pariwisata, misalnya menggali nilai
sejarah dan nilai budayanya.
Salah satu destinasi wisata di Semarang, Sam Po Kong, kalau story
telling-nya hanya diceritakan dalam bentuk buku, maka akan sangat membosakan bagi
anak-anak, padahal mereka adalah pasar terbesar untuk industri pariwisata dan pendidikan.
Lalu apa yang bisa menarik anak-anak agar ketika berkunjung ke Sam Po Kong
mendapatkan pegalaman baru? Salah satunya yakni menawarkan story telling dalam
bentuk animasi atau komik. Jadi animasi dan komiknya saja yang bercerita. Tentu
ini akan menjadi pengalaman baru bagi mereka dan ketika berkunjung ke Sam Po
Kong tidak sekadar berswa foto lalu diunggah ke media sosial.
Di negara lain udah ada yang berhasil mempromosikan pariwisata
dengan cara seperti itu loh. Contohnya adalah British Museum di London,
Inggris. Mereka telah menambah fasilitas berupa virtual reality (VR) bagi para
pengunjung remaja dan dewasa. Para pengunjung diajak menjelajah menggunakan VR
dan mereka dapat berinteraksi dengan karakter 3D yang telah dipindai pada
perangkat VR tersebut. Jadi ketika pengunjung kelelahan mengelilingi museum
atau lokasi wisata, mereka bisa singgah di sebuah ruangan dengan VR itu, dan
mereka bisa bebas menjelajahi ruang-ruang yang cukup banyak dan besar tanpa harus
mereka ke sana. Dan ternyata cara menjelajah museum dengan VR itu cukup berhasil
mendongkrak kunjungan.
Selain VR, ada juga Museum Seni Metropolitan di Amerika
Serikat yang menggunakan teknologi augmented reality (AR). Teknologi AR ini
justru memungkinkan pengunjung bersentuhan langsung dengan gambar-gambar yang muncul
dari sebuah kamera. Pengalaman yang seperti itulah yang akan memberikan feel
yang berbeda kepada setiap pengunjung lokasi wisata.
Di akhir diskusi, satu persatu para mahasiswa yang terlibat
dalam diskusi saya tanya, IP apa yang akan mereka rencanakan untuk mereka buat?
Ternyata mereka masih pada bingung akan membuat apa. Tapi saya yakin mereka
kelak akan memiliki IP yang bukan sekadar mereka nikmati sendiri, tapi juga
memberikan manfaat kepada banyak orang, meskipun bukan dalam waktu dekat ini. Semoga.
BAGAIMANA MENGEMBANGKAN IP MENJADI PUNDI-PUNDI RUPIAH
Reviewed by Farid Papillon Studio
on
Friday, April 05, 2019
Rating:
Kereen moga semakin menarik minat wisatawan yaaa
ReplyDeleteKeren kalau Sam Poo Kong juga punya IP biar makin dikenal dan branding-nya dapat yaaa
ReplyDelete