Gen 3 Komikus Indonesia (bagian 2)

Ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya.

Dibagian ini kita memang harus lebih serius dan hati-hati, karena ini menyangkut benang merah yang akan menghubungkan generasi-generasi awal komik Indonesia dengan generasi sekarang.
Jadi bisa dikatakan ini bukan hal mudah, kenapa?
Karena eh karena terbatasnya data, missing link, serta beda interpretasi antar para pemerhati dan peneliti komik Indonesia dll.

Tapi ya sudahlah, kita ikuti saja jalur yang ada sambil mohon maa'af kalau ada yang kurang lengkap dan sedikit kabur.

Lukisan di dalam gua.   Sumber : Internet


Mula-mula kita mundur agak jauh ke masa pra sejarah sambil  menelusuri dulu ceruk-ceruk gua yang di dalamnya ada lukisan-lukisan menggambarkan binatang, perburuan, dan kehidupan sederhana masyarakat purba di Indonesia pada masa lalu, seperti di gua Leang-leang (Sulawesi Selatan).
Itu bisa dikatakan juga komik, karena seperti yang dikatakan Scott McCloud (1993) “komik adalah gambar-gambar dan lambang-lambang lain yang terjukstaposisi (saling berdampingan) dalam urutan tertentu, bertujuan untuk memberikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembaca.”. 
Jadi dari hal itu bisa dikatakan kalau nenek moyang kita ternyata sudah mengenal komik dalam artian yang dasar.
Begitu juga dengan relief-di Candi2, seperti candi Borobudur, Prambanan, dll;  yang dengan gamblang menggambarkan adegan-adegan terjuktaposisi, berurutan, serta informatif.

Relief Candi Borobudur. Sumber : Internet
Maka bisa dikatakan, mbah-mbah kita dulu itu juga sudah ngomik.

Bahkan kalau kita berwisata ke Borobudur sambil memelototi relief-reliefnya yang extraordinaire itu sambil terbengong-bengong, sebenarnya kita sedang menyaksikan 'komik gigantik', itu kata teman saya Mas Handaka Ehipassiko :)
Juga kalau kita melihat wayang, walkhusus wayang Beber, itu juga bisa dianggap komik juga loh.
Adegannya malah lebih padat dan ruwet.
  
Langsung loncat ke tahun 1930-an saja, karena itulah awal 'komik modern Indonesia' yang kita kenal saat ini. 
Dalam era penjajahan itu, ada harian berbahasa Melayu-Cina yaitu Sin Po, yang didalamnya ada cerita bergambar 'Put On' karya engkoh Kho Wan Gie (Sopoiku) yang sangat populer.


Komik Put On karya Kho Wan Gie.  Sumber : Internet

Bisa dikatakan, itulah tonggak  komik modern kita, dan Put On umurnya cukup panjang juga sampai th 1960-an, saat harian Sin Po di breidel alias dilarang terbit.
Setelah Put On, ada lagi 'Mencari Putri Hijau', karya Nasroen AS di harian Ratoe Timoer (th. 1939).

Saat Jepang menjajah dan menjarah kita, komik kita juga masih ada yg tetep muncul; seperti 'Roro Mendut' karya B. Margono di harian Sinar Matahari, Yogyakarta (th. 1942).
Setelah kemerdekaan, ada komik Pangeran Diponegoro dan Joko Tingkir karya Abdul Salam yg muncul di harian Kedaulatan Rakyat (th. 1948), dll.

Mungkin bisa dianggap itulah Generasi pertama komik dan komikus 'modern' Indonesia, walaupun masih 'debatable'.

Setelah itu mulailah muncul pengaruh komik2 Amerika di th.1940-an, saat komik seperti 'Tarzan', 'Phantom' ,'Rip Kirby" ' dll  beredar di Indonesia.

Dengan semangat nasionalisme, maka para komikus kita nggak mau kalah; mereka menciptakan juga komik2 yg berbau superhero.
Seperti alm. RA. Kosasih dengan 'Sri Asih' (th. 1952), Pak Tino Sidin dengan 'Kapten Jani' dan 'Panglima Najan' (th. 1957), Mala Pahlawan Rimba, dan Sie Djien Koei karya Siauw Tik Kwie (Otto Suastika) yang melegenda, dll.

Komik Sie Djin Koei. Sumber : Internet
Khusus untuk Sie Djien Koei, bisa dikatakan itulah pelopor genre komik gedebag gedebug alias komik silat yg terus berjaya sampai awal 1980-an.

Dimasa Bung Karno, ketika 'Politik adalah panglima' dan semangat cinta tanah air menggelora, mulailah muncul anggapan miring ttg komik kita yg dianggap tidak mendidik dan hanya menjadi tiruan/imitasi dari budaya Barat.
Untuk menjawab tudingan itu, beberapa penerbit; seperti Keng Po dan Melody; meluncurkan komik2 yg bercitarasa lokal seperti 'Lahirnya Gatutkaca', 'Mahabarata', 'Lutung Kasarung', 'Lahirnya Majapahit', dsb. 
Setelah itu sempat muncul 'Periode Medan', dengan salah satu jagoannya yaitu Taguan Hardjo dgn karyanya yg fenomenal ' Hikayat Musang Berjanggut'.

Komik Hikayat Musang Berjanggut karya Taguan Harjo. Sumber : Internet
Komik Si Buta dari Gua Hantu
Sumber. Internet
Di masa pemerintahan Orde Baru-nya Pak Harto, saat sensor dan pengawasan pemerintah sangat ketat, justru saat itulah, ironisnya, perkembangan komik nasional bisa dibilang mengalami era keemasan.
Komik roman/cinta, komik horor, dan terutama komik silat tampil merajalela.

Komikus-komikus legendaris seperti :
Oom Ganes TH dengan serial 'Si Buta dari Gua Hantu'nya. Pakde Jan Mintaraga dengan 'Tanduk Menjangan Merah'nya, Hans Jaladara menggebrak dgn 'Panji Tengkorak'nya, "Gina' nya Oom Gerdi WK; dll, poloknya buanyak banget dah, dengan kokoh bercokol dan laris manis.

Nggak ketinggalan, muncul superhero-superhero yg 'diilhami' dari komik-komik Amrik, seperti 'Godam'nya Wid NS, 'Gundala'nya Oom Hasmi, 'Nusantara'nya Mater, 'Kawa Hijau'nya Oom Cancer dll; ikut meramaikan jagat perkomikan kita.

Godam karya Wid NS
Tetapi masa2 bulan madu nan indah  yg dinikmati oleh generasi ke-2 komikus Indonesia itu, tampaknya harus berakhir di era th. 1980-an. 
Saat invasi Jepang, kali ini invasi budayanya dalam bentuk manga, kembali menyerbu Indonesia dan menghabisi komik lokal.

Manga / Komik Jepang. Sumber : Internet
Tapi sebetulnya bukan hanya kedatangan manga saja yg jadi penyebabnya, penyebab lainnya  adalah adanya Operasi Tertib Remaja (opsTerMa) th. 1970, yang mengakibatkan 'Para penerbit pun akhirnya tidak mau mengambil resiko rugi dengan menerbitkan komik Indonesia, yang (menurut mereka) belum tentu berkualitas. 
Sikap selektif (yang terkadang agak berlebihan) ini mengakibatkan sulitnya para komikus lokal untuk mencari mitra bisnis demi eksistensi komik Indonesia. Jika diterima pun, pihak komikus hanya menerima harga yang relatif rendah bila dibandingkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Distribusinya pun amat terbatas. Walhasil, para komikus sulit mematok harga rendah bagi komik produksi mereka'. (Imansyah Lubis,Komik Fotokopian Indonesia 1998-2001, th.2009). 

Komik Indonesia seakan mati suri. Tapi nggak betul-betul koit loh :)

Ada muncul komik seperti 'Caroq' (th. 1992, Wikipedia) karya Ahmad Thoriq yg Amrik banget, yang sempat heboh tapi tidak cukup untuk membangunkan komik kita.

Komik Caroq karya Thoriq dan Pe'ong terbitan QN
Nah, saat itulah di tahun 1990-an pula muncul trend komik underground/komik indie dalam bentuk fotokopian (Xeroxed) dikalangan generasi muda, terutama di kampus-kampus.

Merekalah yang bisa dikatakan sebagai generasi ke-3 komik dan komikus Indonesia.
Mungkin bung Hikmat Darmawan dan Mas Suryo Rimba bisa lebih menjelaskannya, he-he-he.. 

Mereka secara individual maupun komunitas mulai melakukan 'perlawanan' terhadap hegemoni 'komik mainstream' yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit mapan yg memonopoli perkomikan nasional.
Maka muncullah komik-komik 'edan' yang tidak sesuai dengan selera pasar, misalnya 'KompakDisk' yang agak-agak gimana gitu, 'Old Skull'nya Athonk,komik-komik 'Street Soccer'nya Bengkel Qomic, dll yang bejibun banyaknya!

Kalo ingin lebih lengkap mengenai komik-komik indie ini, bisa langsung tanya ke Akademi Samali dengan sodara Beng Rahadian yang baru saja menggelar acara 'Retrospektif Komik Indonesia 1995-2005' di Bentara Budaya, Jakarta, 8 Mei hingga 16 Mei 2015 kemarin.

Okee, itulah benang merahnya yang sebisa mungkin Penulis telusuri, yang diambil dari berbagai sumber yang dianggap kompeten.

Dari situ sudah kelihatan adanya rangkaian dalam sejarah perkembangan komik Indonesia yang, kalo dibagi dalam periodisasi generasi, terdapat 3 generasi komikus Indonesia dengan karya-karyanya yg telah memperkaya komik nasional.

Memang itu masih bisa diperdebatkan, tapi paling tidak pernyataan dari DR. Claire saat PKAN IV di Yogyakarta th.2003 tentang 'generasi emas'itu memang ada benarnya, dan itu ada di generasi komikus saat ini, generasi ke-3. 

Generasi komik fotokopian itu kini sebagian sudah ada yang menjadi pelaku industri komik yang mapan dan sugih/kaya ,walaupun sebagian besarnya lagi masih berjuang dengan idealismenya yang sering bikin Penulis geleng-geleng kepala karena salut dan kagum :)

Maju terus komik Indonesia, Merdekaaa!!!


Sumber : 
Scott McCloud : Understanding Comics, (1993), Marcel Boneff: Komik Indonesia, KPG (1998), Imansyah Lubis: Komik Fotokopian Indonesia 1998-2001, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (2009), Wikipedia.

Penulis :
Fajar Buana






       
   

                        
Gen 3 Komikus Indonesia (bagian 2) Gen 3 Komikus Indonesia (bagian 2) Reviewed by papillonstore on Friday, August 28, 2015 Rating: 5

2 comments